Bagaimana Seharusnya Orangtua
Membujuk Anak
Liputan6.com, Jakarta Sebagai orangtua, salah satu tugas yang
harus dilakukan hampir setiap hari dari anak masih kecil hingga dewasa adalah
membujuk anak. Membujuk anak dilakukan oleh orangtua untuk berbagai tujuan.
Misalnya saja membujuk anak bangun pagi, tidur siang, berhenti bermain,
menghabiskan makanan, berangkat dan masuk sekolah, hingga minta maaf. Bujukan
terhadap anak pada dasarnya merupakan upaya orangtua untuk membantu anak agar
melakukan pengelolaan atau regulasi kehidupannya sehingga kehidupan anak akan
berjalan ke arah yang baik.
BACA
JUGA
Pada
praktiknya, membujuk anak seringkali menjadi perkara yang tidak mudah. Banyak
orangtua yang menemui kesulitan dalam membujuk anak-anaknya dan kesulitan ini
semakin bertambah saat si anak tumbuh menjadi semakin dewasa. Tak jarang pula
kesulitan ini membawa masalah berupa pertengkaran antara orangtua dan anak
sehingga menyebabkan rusaknya relasi antar keduanya. Bagaimanakah seharusnya
cara orangtua membujuk anak-anaknya?
Tujuan Membujuk Anak
Pertama-tama, ada baiknya orangtua melihat terlebih dahulu tujuan dalam meminta anak, lewat bujukan, untuk melakukan sesuatu. Tujuan membujuk anak sebaiknya memiliki dasar yang kuat berupa kebaikan anak dan lingkungan sekitarnya. Hal ini tidak mudah karena seringkali muncul tujuan tersembunyi yang sebenarnya hanya mengejar kepentingan yang bersifat tidak adaptif. Misalnya saja orangtua membujuk anak agar tidak ribut bermain karena mengganggu orangtua yang sedang asyik dengan handphonenya.
Pertama-tama, ada baiknya orangtua melihat terlebih dahulu tujuan dalam meminta anak, lewat bujukan, untuk melakukan sesuatu. Tujuan membujuk anak sebaiknya memiliki dasar yang kuat berupa kebaikan anak dan lingkungan sekitarnya. Hal ini tidak mudah karena seringkali muncul tujuan tersembunyi yang sebenarnya hanya mengejar kepentingan yang bersifat tidak adaptif. Misalnya saja orangtua membujuk anak agar tidak ribut bermain karena mengganggu orangtua yang sedang asyik dengan handphonenya.
Kasus
lain ada orangtua yang membujuk anak tidak melakukan aktivitas tertentu, misalnya
bersepeda atau memanjat, hanya gara-gara orangtuanya sendirilah yang sebenarnya
takut untuk melakukannya. Di konteks pendidikan, banyak orangtua yang membujuk
anaknya untuk memperoleh ranking atas hanya agar nanti dapat dipamerkan saat
bertemu dengan orangtua lainnya. Inilah contoh-contoh bujukan dari orangtua
yang tidak memiliki dasar yang kuat karena digerakkan oleh motivasi-motivasi
yang bersifat egosentris dari orangtua sendiri dan bukan untuk kebaikan
anaknya.
Jika
orangtua digerakkan oleh tujuan yang adaptif, bujukan yang dilakukan pada anak
sebenarnya tidak lebih daripada memperalat anak saja demi
kepentingan-kepentingan yang bersifat egosentris. Hal ini tidak jarang bujukan
akan berimbas pada tekanan psikologis yang harus dialami anak tanpa adanya
alasan yang memadai. Akibatnya tentu akan buruk dalam perkembangan anak di
masa-masa selanjutnya.
Bagaimana
caranya
Pertama adalah memberikan penjelasan kepada anak tentang mengapa dia harus melakukan sesuatu. Jika orangtua sudah memiliki tujuan yang adaptif, maka ada satu modal penting di awal yang sudah dimiliki orangtua. Modal ini, berupa tujuan yang adaptif, akan berguna untuk memberikan penjelasan yang masuk akal pada anak. Misalnya saja bahwa dia harus masuk sekolah demi membangun masa depannya sendiri. Contoh lain adalah bahwa anak harus makan sayur atau buah demi pertumbuhan dan kesehatan fisiknya atau dia harus mau berbagi supaya bisa hidup adaptif secara sosial.
Pertama adalah memberikan penjelasan kepada anak tentang mengapa dia harus melakukan sesuatu. Jika orangtua sudah memiliki tujuan yang adaptif, maka ada satu modal penting di awal yang sudah dimiliki orangtua. Modal ini, berupa tujuan yang adaptif, akan berguna untuk memberikan penjelasan yang masuk akal pada anak. Misalnya saja bahwa dia harus masuk sekolah demi membangun masa depannya sendiri. Contoh lain adalah bahwa anak harus makan sayur atau buah demi pertumbuhan dan kesehatan fisiknya atau dia harus mau berbagi supaya bisa hidup adaptif secara sosial.
Penjelasan orangtua pada anak ini meskipun didasarkan pada
tujuan-tujuan yang baik belum tentu langsung akan diterima anak. Anak mungkin
akan mencoba membantah atau memperdebatkan apa yang menjadi argumen yang
diberikan orangtua. Hal ini tidak perlu ditakutkan. Dengan membiasakan beradu
argumen, anak akan semakin diyakinkan akan penting tidaknya hal-hal yang akan
dilakukan. Selain itu, diskusi dengan anak akan menguji juga kekuatan tujuan
yang ada pada diri orangtua sendiri.
Cara keliru yang sering dilakukan orangtua dalam membujuk anak
adalah dengan memanipulasi anak dan melakukan transaksi pada anak. Manipulasi
umumnya dilakukan dengan beberapa cara. Misalnya saja dengan cara halus
misalnya membohongi atau menakut-nakuti anak (misal kalau tidak makan nanti
akan dibawa orang gila) hingga cara yang kasar (misal memberikan ancaman pada anak
bahwa jika tidak makan, orangtua akan meninggalkannya). Sementara itu,
transaksi dengan anak dilakukan misalnya dengan membujuk anak melakukan sesuatu
dengan imbalan diberikan sesuatu yang membuatnya senang (misalnya jika mau
sekolah akan diajak jalan-jalan). Cara ini tampaknya efektif untuk menggerakkan
anak melakukan perilaku tertentu khususnya dalam jangka pendek.
Akan tetapi, dalam jangka panjang cara ini justru akan
mempersulit orangtua sendiri. Anak kemudian sangat tergantung sesuatu yang
bersifat eksternal (hadiah atau takut sesuatu) ketika dia berperilaku. Selain
itu, cara ini akan berdampak buruk pada kepribadian anak. Anak dapat tumbuh
menjadi pribadi yang penakut, pencemas, atau pribadi yang hanya mencari
keuntungan semata dalam segala aspek kehidupannya.
Y. Heri
Widodo
Dosen Universitas Sanata Dharma dan Pemilik Taman Penitipan Anak Kerang Mutiara Yogyakarta
Dosen Universitas Sanata Dharma dan Pemilik Taman Penitipan Anak Kerang Mutiara Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar